Kengerian penembakan massal kembali menghantui Amerika Serikat (AS). Bahkan di detik-detik mendekati Hari Kemerdekaan, 4 Juli, ramai penembakan massal terjadi dan merenggut nyawa warga negaranya.
Mengutip Reuters, setidaknya ada tiga kejadian terjadi. Penembakan massal menyerang Baltimore, Philadelphia dan Fort Worth, Texas, yang merenggut nyawa 10 orang.
Di Baltimore, peristiwa terjadi Minggu waktu setempat. Dua orang tewas dan 28 lainnya terluka, setengah dari mereka adalah anak-anak, saat seseorang menembak membabi buta di sebuah pesta outdoor yang sedang berlangsung.
Di Philadelphia kejadian terjadi Senin malam. Lima orang tewas dan dua luka-luka ketika seseorang dengan rompi anti peluru menembaki warga secara acak.
Polisi juga membenarkan kemungkinan pelaku menembak orang-orang yang kemungkinan tak dikenalnya. Dilaporkan bagaimana seorang balita dan seorang remaja termasuk di antara yang terluka.
Penembakan terbaru terjadi di Fort Worth. Tiga orang tewas dan delapan lainnya luka-luka dalam penembakan massal setelah festival lokal.
Polisi mengatakan belum ada penangkapan yang dilakukan dalam penembakan itu. Investigasi masih dilakukan.
“Kami tidak tahu apakah ini terkait rumah tangga, apakah terkait geng. Masih terlalu dini untuk mengatakannya pada saat ini,” kata seorang pejabat polisi senior, Shawn Murray, Selasa (4/7/2023).
Kejadian baru tersebut menambah daftar ngerinya AS karena sejumlah besar penembakan massal dan insiden kekerasan senjata. Menurut data yang dikumpulkan oleh Gun Violence Archive- yang mendefinisikan penembakan massal sebagai insiden di mana setidaknya empat orang ditembak dan tidak termasuk penembaknya- lebih dari 340 penembakan massal terjadi sepanjang 2023 di negara itu.
Di semester pertama 2023 ini, penembakan massal diyakini akan mencapai 679 kasus. Ini sekitar dua kali lipat dari 336 yang tercatat pada tahun 2018.
“Itu akan menandai total tahunan tertinggi kedua selama sembilan tahun terakhir, hanya di belakang 690 yang tercatat pada tahun 2021,” kata kelompok nirlaba tersebut.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mengutuk penembakan terbaru yang terjadi. Ia menegaskan kembali seruan pemerintahnya untuk memperketat undang-undang senjata Amerika yang longgar.
“Bangsa kita sekali lagi mengalami gelombang penembakan yang tragis dan tidak masuk akal,” kata presiden dalam sebuah pernyataan yang dirilis kemarin.
“Biden meminta anggota parlemen dari Partai Republik untuk datang ke meja dengan akal sehat yang masuk akal,” tambahnya menyindir oposisinya yang terus menentang upaya pengekangan terhadap penyebaran senjata di masyarakat.
Partai Republik di Kongres umumnya memblokir upaya untuk secara signifikan mereformasi undang-undang keamanan senjata. Lawan Demokrat itu menentang dorongan Biden untuk mengembalikan larangan senjata serbu.
Mengutip data analisis dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington AS sejauh ini memiliki kematian senjata terbanyak per kapita dari negara berpenghasilan tinggi mana pun. Ini menjadi catatan buruk negeri penguasa ekonomi dunia itu.
Source: CNBC Indonesia