Rencana pembangunan pembangkit nuklir berbahan thorium atau Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Kepulauan Bangka Belitung terus bergulir. Hasil kajian ekologi memberi sinyal positif agar PLTT bisa direalisasikan. Direktur Operasi PT Thorcon Power Indonesia Bob S Effendi optimistis melihat hasil laporan kajian ekologi. “Tinggal lagi nantinya analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan perubahan tata ruang,” kata Bob seusai rapat bersama Pemprov Bangka Belitung di Pangkalpinang.
Bob mengeklaim, penggunaan energi Thorium tidak membahayakan seperti yang ditakutkan masyarakat. Bahkan, energi tersebut cenderung ramah lingkungan dan sejalan dengan program pemerintah dalam pengadaan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk menggantikan batu bara. “Kalau kita bicara nuklir di Indonesia, sebenarnya sudah lama, sejak zaman Soekarno sudah ada. Beliau telah mengarah ke situ, tapi kemudian terjadi pergantian dan kita memilih batu bara. Sekarang batu bara dianggap tidak ramah lingkungan sehingga ini kita tawarkan,” ujar Bob.
Pada tahap awal, PLTT akan dibangun bekerja sama dengan Korea Selatan. Selanjutnya reaktor akan dibawa ke Pulau Kelasa atau Pulau Gelasa di Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Reaktor akan ditanam di dasar laut di sekitar pulau tersebut. “Kalau kita olah dari awal, ini akan butuh waktu lebih lama. Jadi tahap awal ini dengan Korea Selatan, baru setelah itu kita bertahap pengolahan sendiri dari monasit yang dimiliki,” ungkap Bob. Bob menyebutkan, pihaknya menyediakan dana hingga Rp 12 triliun untuk proses persiapan hingga operasional pembangkit nantinya. “Kami berharap nantinya ada peraturan presiden (Perpres) yang menjadi payung hukum bagi pemda untuk mengubah tata ruang,” ungkap Bob.
Bob memastikan, pembangunan PLTT di Bangka Belitung adalah yang pertama di Indonesia. Pembangunan tersebut akan menjadi percontohan nasional sekaligus percontohan di Asia. Ada pun kajian ekologi menyoal soal luasan lahan PLTT yang diperkirakan 15 sampai 20 hektar. Kemudian potensi gelombang laut pada musim barat yang bisa mencapai 3,7 meter, karena Pulau Kelasa berada di perairan terbuka. Selain itu dikaji potensi tsunami dari patahan Samudera Hindia dan erupsi Anak Krakatau. Potensi terjangan tsunami dinilai kecil karena lokasi pembangkit terlindung pada sisi utara pulau. Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin mendukung rencana pembangunan PLTT. “Kita lihat dari segi manfaatnya, bagaimana listrik untuk masyarakat bisa lebih murah. Bahkan setengah dari harga saat ini,” ujar Ridwan. Ridwan menyebutkan, kajian lingkungan dan sosialisasi akan terus dilakukan sehingga risiko yang ditimbulkan dari PLTT bisa diminimalisasi. “Kita punya banyak pakar yang bisa dilibatkan sehingga ada dampak positifnya dan risikonya bisa dihindari,” pungkas Ridwan.
Sumber : Kompas